DUSUN EMPELU DALAM KAJIAN BUDAYA 2010-2023

Authors

  • Hadial Azizi Universitas PGRI Sumatra Barat
  • Zulfa Universitas PGRI Sumatra Barat
  • Juliandry Kurniawan Junaidi Universitas PGRI Sumatra Barat

DOI:

https://doi.org/10.23969/jp.v10i03.34019

Keywords:

Empelu Hamlet, Cultural Studies, Traditional Customs, Globalization, Cultural Preservation

Abstract

This study discusses Empelu Hamlet in Cultural Studies from 2010 to 2023. The research questions are: How was Empelu Hamlet in cultural studies before 2010, and how did cultural traditions develop in Empelu Hamlet from 2010 to 2023? The objective of this study is to describe the development of cultural traditions in Empelu Village from 2010 to 2023 and before 2010. The research method used in this study is the Historical Research Method. This method consists of: 1) Heuristics, collecting data from archives, books, and documents, 2) Verification, testing the validity of the data, 3) Interpretation, analyzing the collected data, and 4) Historiography, compiling the research results into a report. The research results indicate that the development of cultural traditions in Empelu Village still preserves traditional customs, such as Baralek, Mandi Balasai, Balaie, Melebak, and Babantai, which still exist but appear sporadically in society. However, the influence of globalization and technological development has caused shifts in lifestyle patterns, particularly among the younger generation, who tend to abandon traditional cultural practices. Preservation efforts are carried out through traditional activities, local education, and local government support in the development of culture-based tourism. The conclusion of this study is that the culture of Empelu Hamlet remains intact despite undergoing changes, and a sustainable preservation strategy is needed to prevent it from losing its identity amid the tide of modernization.

Downloads

Download data is not yet available.

References

tanggung jawab mereka terhadap

lingkungan. Balayie menjadi simbol

harapan dan ketahanan, yang

mengingatkan kita akan pentingnya

menjaga hubungan harmonis antara

manusia dan alam.

Hasil wawancara dengan

Kepala Dusun Emepelu mengenai

tradisi Balayie memberikan gambaran

yang mendalam tentang pentingnya

ritual ini dalam kehidupan masyarakat

setempat. Kepala dusun menjelaskan

bahwa tradisi Balayie diadakan

bersamaan dengan acara kenduri,

yang merupakan momen penting bagi

komunitas. Meskipun pada tahun

2023 tradisi ini mulai memudar di

kalangan generasi muda, orang tua

dan nenek mamak masih berupaya

untuk menjaga keberlanjutannya.

Mereka merasa memiliki tanggung

jawab untuk menceritakan dan

mengajarkan kepada anak-anak

muda tentang tradisi Balayie,

termasuk alat-alat yang digunakan

dan jenis aktivitas yang terlibat dalam

ritual tersebut.

Kepala dusun tersebut juga

menekankan bahwa Balayie bukan

sekadar ritual, melainkan merupakan

warisan budaya yang telah ada sejak

lama. Tradisi ini muncul sebagai

respons terhadap kondisi cuaca yang

sering mengalami kemarau panjang.

Dalam pandangan masyarakat,

Balayie adalah doa yang dipanjatkan

kepada Tuhan untuk meminta hujan,

dan sejarahnya telah terjalin erat

dengan kehidupan sehari-hari

mereka. Kepala dusun

mengungkapkan keyakinan bahwa

tradisi ini memiliki kekuatan spiritual,

di mana setelah pelaksanaannya,

hujan biasanya turun dalam waktu

singkat, bahkan dalam sehari. Hal ini

dianggap sebagai bukti nyata dari

kuasa Allah dan keefektifan ritual

tersebut.

5. Tradisi Bebantai

Tradisi babantai di Dusun

Empelu merupakan salah satu

warisan budaya yang masih

dilestarikan hingga kini, meskipun

telah mengalami penyesuaian

dengan perkembangan zaman.

Tradisi ini biasanya dilaksanakan

pada hari-hari baik, seperti menjelang

bulan Idul Fitri, dan memiliki

perbedaan yang khas dibandingkan

dengan daerah lain. Di tempat lain,

hewan kurban biasanya dikelola oleh

panitia dan dagingnya dibagi rata

kepada seluruh warga yang berhak,

namun di Dusun Empelu

pelaksanaannya bersifat pribadi.

Siapa yang berkurban, dialah yang

mengatur sendiri pembagian

dagingnya, dan dapat menentukan

kepada siapa saja daging tersebut

akan diberikan.

Dahulu, satu ekor sapi dibagi

rata untuk semua, tetapi kini

sistemnya lebih fleksibel; misalnya,

jika ada 20 orang yang ingin

berkurban, maka mereka akan

menabung bersama hingga tradisi

tersebut dapat dilaksanakan.

Meskipun nuansa pelaksanaannya

kini lebih modern, esensi tradisi

babantai yang mengedepankan

kebersamaan dan saling berbagi

tetap terjaga sebagai wujud rasa

syukur dan pengikat hubungan

sosial masyarakat.

Downloads

Published

2025-10-01