ANALISIS PENGGUNAAN BAHASA IBU “SASAK” DALAM MELESTARIKAN BUDAYA LOKAL DI SD NEGERI 2 KELAYU UTARA
DOI:
https://doi.org/10.23969/jp.v10i03.33004Keywords:
Mother tongue (Sasak), Preservation of local culture, SD Negeri 2 Kelayu UtaraAbstract
This study aims to describe the use of the mother tongue (Sasak) in preserving local culture at SD Negeri 2 Kelayu Utara. This study uses a descriptive qualitative method with the research subjects being the principal, a sample of teachers from grades 1–6, and 5 samples of students from grades 4 and 5. Data collection techniques used were observation, interviews, and documentation, while data analysis used the Miles and Huberman model, namely collection, reduction, presentation, and drawing conclusions. The results of the study indicate that the use of the mother tongue (Sasak) is still relatively low because the majority of school residents prefer to use Indonesian in daily communication. However, teachers and students sometimes use Sasak spontaneously in certain interactions. One of the supporting factors for the use of the mother tongue is a homogeneous social environment, with the majority of school residents having the same language family, namely the ngeno-ngene dialect. Meanwhile, one of the inhibiting factors includes the habit of using Indonesian, the influence of digital media, and slang. One of the school's efforts to preserve the mother tongue is through a Sasak language program every Thursday before teaching and learning activities begin. This program fostered students' interest in storytelling, storytelling, rhymes, speeches, and singing in the Sasak language. However, the program is currently discontinued due to the school's implementation of the 7 habits of great Indonesian children.Downloads
References
membiasakan diri menggunakan
bahasa ibu baik itu di lingkungan
keluarga maupun saat berinteraksi
dengan teman sebaya yang memiliki
bahasa ibu yang sama,
Saran dan usulan dari guru dan
siswa menunjukkan bahwa semangat
untuk melestarikan bahasa ibu masih
tinggi. Mereka menginginkan program
bahasa ibu tetap dijalankan, bahkan
siswa mengusulkan ekstrakurikuler
bahasa ibu, lomba, dan kegiatan
kreatif berbasis bahasa Sasak. Ini
menunjukkan bahwa jika diberikan
ruang dan fasilitas yang memadai,
siswa mampu dan mau melestarikan
bahasa ibu sebagai bagian dari
budaya lokal mereka.
Seperti yang dikatakan
(Ningsih et al., 2025) sekolah dapat
mengadakan kegiatan ekstrakulikuler
yang menjadi sarana efektif dalam
menjaga keberlagsungan Bahasa ibu,
sekolah juga dapat mengadakan
lomba puisi, mendongeng, atau
berpidato dalam Bahasa ibu. Dengan
demikian siswa tidak hanya
memahami bahasa ibu, tetapi juga
aktif menggunakannya dalam
komunikasi sehari-hari.
Usulan-usulan tersebut
didukung dengan partisipasi guru
yang dengan giat mengajar siswa
mempersiapkan kegiatan pada hari
dilaksanakannya program bahsaa ibu
(Sasak) seperti mengajarkan sesuai
bidang yang dimintai siswa seperti
bercerita, mendongeng, berpidato,
berpuisi, berpantun,bernyanyiu, dan
berderama dengan menggunakan
bahasa ibu (Sasak).
Selain itu, upaya sekolah untuk
terus melestarikan bahasa ibu dengan
mengikuti program pemerintah yaitu
lomba FTBI (Festival Tunas Bahasa
Ibu). Kegiatan ini membangkitkan
semangat siswa untuk tampil dan
menggunakan bahasa Sasak secara
aktif.
Berdasarkan hasil penelitian ini
hasilnya sama dengan penelitian yang
dilakukan oleh (Ardiansyah & Yulya,
2022) yaitu sama-sama memiliki
program bahasa ibu guna untuk
melestarikan bahasa daerah sebagai
budaya lokal. kemudian hasil
penelitian ini dengan hasil penelitian
dari (Patintingan, 2024) juga sama
yaitu bahasa ibu ternyata berdampak
positif terhadap kegiatan belajar
mengajar di kelas salah satunya
meningkatkan pemahaman siswa
terhadap materi pembelajaran, dan
penelitian ini juga memiliki hasil yang
sama dengan hasil penelitian dari
(Darmurtika et al., 2025) yaitu dampak
Downloads
Published
Issue
Section
License
Copyright (c) 2025 Pendas : Jurnal Ilmiah Pendidikan Dasar

This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License.