KETIDAKADILAN GENDER TERHADAP TOKOH HANUN DALAM NOVEL DIA YANG HARAM KARYA ISRINA SUMIA

Authors

  • Enjella Marahmi Universitas PGRI Sumatera Barat
  • Samsiarni Universitas PGRI Sumatera Barat
  • Rici Gemarni Tatalia Universitas PGRI Sumatera Barat

DOI:

https://doi.org/10.23969/jp.v10i03.32627

Abstract

This research is motivated by the problem of gender injustice experienced by women in social and family life. This phenomenon is clearly depicted in the novel Dia yang Haram by Isrina Sumia through the main character Ismi Hanun Nazma. This novel is interesting to study because it clearly displays five forms of gender injustice according to Mansour Fakih, namely marginalization, subordination, stereotypes, violence, and double workload. The purpose of this study is to describe the forms of gender injustice experienced by the character Hanun in the novel Dia yang Haram by Isrina Sumia. This type of research is qualitative research with descriptive methods. The research instrument is the researcher herself with the help of a data inventory format. The research data are in the form of quotes, dialogues, and narratives in the novel that reflect gender injustice towards the character Hanun. Data collection techniques are carried out through reading, recording, classification, and content analysis. The data analysis technique uses a hermeneutic approach, namely interpretation of the text. Data validity is obtained through triangulation of theory and investigators. The results of the study show that the character Hanun experiences various forms of gender injustice. First, marginalization in the form of social exclusion, restrictions on educational rights, and neglect of family affection. Second, subordination is evident in Hanun's placement in a position perceived as inferior to her siblings. Third, stereotypes are demonstrated through negative labels such as illegitimacy and the assumption that she is unworthy of achievement. Fourth, violence occurs in physical, verbal, psychological, and emotional forms from family and the community. Fifth, Hanun experiences a double workload when she has to manage domestic chores and work outside the home without proper compensation. Keywords: Gender Injustice, She Who Is Forbidden, Isrina Sumia

Downloads

Download data is not yet available.

References

tetapi juga melanggengkan perasaan

rendah diri dan keyakinan bahwa

Hanun memang pantas diperlakukan

kasar. Kekerasan fisik muncul melalui

pemukulan dan hukuman dengan

benda, seperti ketika Papah

mencambuk Hanun dengan

kemoceng hingga patah (Sumia,

2023:47) atau melayangkan sapu lidi

ke arahnya (Sumia, 2023:31).

Tindakan ini menunjukkan

bagaimana tubuh perempuan

dijadikan objek disiplin dan

kemarahan, tanpa ruang pembelaan.

Sementara itu, kekerasan

psikologis menjadi bentuk paling

dominan dan berdampak mendalam.

Hanun kerap diperlakukan dengan

intimidasi, dikurung, diabaikan, dan

diposisikan sebagai penyebab

masalah keluarga. Kondisi ini

mendorongnya mengalami trauma,

kehilangan motivasi hidup, bahkan

memunculkan keinginan bunuh diri,

sebagaimana tergambar dalam

kalimat: “Aku jadi ingin mati…

bagaimana jika aku cekik saja

leherku dengan tali itu” (Sumia,

2023:27). Kekerasan semacam ini

memperlihatkan bagaimana tekanan

emosional berulang dapat

menghancurkan kepribadian dan

harapan korban dalam jangka

panjang.

Dengan demikian, kekerasan

terhadap Hanun bersifat

multidimensional: verbal, fisik, dan

psikologis yang saling terkait. Pola

kekerasan tersebut tidak hanya

mencerminkan relasi kuasa yang

timpang dalam keluarga dan

masyarakat, tetapi juga

memperlihatkan bagaimana

ketidakadilan gender diwariskan

melalui praktik sehari-hari yang

dianggap wajar. Novel ini dengan

jelas menampilkan bagaimana

kekerasan berbasis gender menjerat

perempuan dalam lingkaran

penderitaan, membatasi ruang

geraknya, dan merusak identitas

dirinya.

Beban Kerja

Beban kerja merupakan salah

satu bentuk ketidakadilan gender

yang dialami tokoh Hanun dalam

novel Dia yang Haram. Sejak kecil

hingga dewasa, Hanun diposisikan

sebagai pihak yang harus memikul

tanggung jawab berlebih, baik dalam

ranah domestik maupun publik.

Ketidakadilan ini muncul karena

adanya konstruksi sosial yang

menempatkan perempuan, bahkan

anak perempuan, sebagai pihak yang

Downloads

Published

2025-09-01