BENTUK PENYAJIAN TARI CAKALELE PADA PENOBATAN KEPALA DUSUN SUKU BURU DI PROVINSI MALUKU

Authors

  • Nur Rahmatia Pendidikan Sendratasik, Fakultas Sastra Dan Budaya Universitas Negeri Gorontalo
  • Riana Diah Sitharesmi Pendidikan Sendratasik, Fakultas Sastra Dan Budaya Universitas Negeri Gorontalo
  • Mimy A. Pulukadang Pendidikan Sendratasik, Fakultas Sastra Dan Budaya Universitas Negeri Gorontalo
  • Nurlia Djafar Pendidikan Sendratasik, Fakultas Sastra Dan Budaya Universitas Negeri Gorontalo
  • La Ode Karlan Pendidikan Sendratasik, Fakultas Sastra Dan Budaya Universitas Negeri Gorontalo

DOI:

https://doi.org/10.23969/jp.v10i03.32278

Keywords:

Presentation Form, Cakalele Dance, Buru Tribe

Abstract

The Cakalele dance is a traditional war dance originating from Maluku Province. In the inauguration ceremony of the village head, the Cakalele dance is performed as the fourth sequence in the traditional ritual procession. In the Buru tribal language, the village head is called “Kepala Soa.” This study aims to explain the process of the Kepala Soa’s inauguration and to describe the presentation form of the Buru Tribe’s Cakalele dance during this event in Maluku Province. The Cakalele performed at the inauguration ceremony is classified as a ritual dance. This study employed a qualitative descriptive method. Data collection techniques included observation, interviews, and direct observation of the presentation form of the Cakalele dance during the Kepala Soa’s inauguration, which was documented through photographs and video recordings. The analysis results show that the Cakalele dance is performed by two male dancers who must meet specific requirements: they must be members of the Buru tribe, married, have previously performed the Cakalele dance, and be physically and mentally healthy. The costume worn consists of a “lenso” (scarf), a plain black shirt and pants, and a red cloth (merat). The Cakalele dance comprises three primary movement motifs and is accompanied by the traditional Tifa drum. The main property in the dance is the Pattimura sword. The performance takes place in the front yard of the Oki Baru Village Office.  

Downloads

Download data is not yet available.

References

Adam, Rafia. Dkk. (2022). “Perubahan Makna Tarian cakalele Pada Masyarakat kota Ternate Provinsi Maluku Utara”. E-Journal UNSRAT. Manado. Jurnal Holistik. 15 (5).

Aina, Janurul. (2017). “Bentuk Penyajian Tari Linggang Meugantoe Disanggar Gantoe Banda Aceh”. Jurnal Ilmiah Mahsiswa Program Studi Pendidikan Seni Drama Tari Dan Musik. 102 (2).

Amsi, Najirah., & Rafita, Muhamad. (2021). ‘Prosesi Dan Makna Tarian Cakalele Kampung Adat Ratu (Dwiwarna) Kecamatan Banda Naira”. Paradigma. Banda Naira. Jurnal Ilmu Pendidikan Dan Humaniora. 7 (1).

Anonim (2024). KBBI (diakses dari https://kbbi.web.id/bentuk#google_vignette)

Djafar, Nurlia (2014). “Simbol Dan Makna Tari Langga Buwa Karya Muraji Bereki” (Tesis). Yogyakarta: Institut Seni Indonesia Yogyakarta.

Giovan, Jeremy. (2023). “Pola Ritmik Tifa Pada Tari Cakalele”. Jurnal Penelitian musik. 58 (4).

Hadi, Y. Sumandiyo. (2007). Kajian Tari Teks Dan Konteks. Yogyakarta: Pustaka Book Publisher.

Heriyawati, Yanti. (2016). Seni Pertunjukan Dan Ritual. Yogyakarta: Penerbit Ombak.

Karlan, La Ode. (2011). Kesenian Lulo di Sulawesi Tenggara. Perpustakaan digital FMMI.

Kayam, Umar. (1981). Seni, Tradisi, Masyarakat. Jakarta: Sinar Harapan.

Kurniawati, Desti. (2015) “ Bentuk Penyajian Tari Silampari Kahyangan Tinggi Pada Kota Lubuklinggau Sumatera Selatan”. Skripsi. Yogyakarata: Universitas Negeri Yogyakarta

Majid, Abdul. (2015). “Eksistensi, Bentuk Penyajian dan Fungsi Keseniandisional Orek-Orek di Kabupaten Rembang”.Skripsi. Semarang: Universitas Negeri Semarang.

Moelyono, Anto. M. (2007). Kamus Besar Bahasa Indonesia”, Jakarta: Balai Pustaka.

Murgiyanto, Sal. (1986). Komposisi Tari. Jakarta: Direktorat Kesenian Proyek Pengembangan Kesenian Jakarta Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan.

Muryanto. (2010). Seni Tari Indonesia. Semarang: PT Bengawan Ilmu.

Prasetya, H. B. (2013). Meneliti Seni Pertunjukan. Yogyakarta: BP ISI Yogyakarta.

Pulukadang, M. A., DKK. (2023). Bahan Ajar Wawasan Budaya. Jawa Timur:

Sitharesmi, R. D. (2018). “Bedoyo-Legong Calonarang Karya Retno Maruti Dan Bulantrisna Djelantik Dalam Perspektif Hermeneutika Hans-Georg Gadamer Relevansinya Dengan Estetika Seni Pascamodern”. Disertasi. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

Sitharesmi, R. D., & T, Semiaji. (2023). Analisis Tari. Yogyakarta: CV Budi Utama.

Soedarsono. (2010). Seni Pertunjukan Indonesia. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Subroto, L. H., & W, L. Ningsih. (2022). “Suku-Suku Di Kepulauan Maluku”. Kompas.com.(Diaksesdari https://www.kompas.com/stori/read/2022/03/15/123000679/suku-suku-di-kepulauan-maluku?page=all)

Sugiyono. (2019). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Downloads

Published

2025-08-20