HUBUNGAN TINGKAT STRES DENGAN EMOTIONAL EATING PADA MAHASISWA GIZI FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN DAN KESEHATAN UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR

Authors

  • Rachmat Kasmad Jurusan Gizi, Ilmu Keolahragaan dan Kesehatan, Universitas Negeri Makassar
  • Ishak Bachtiar Jurusan Gizi, Ilmu Keolahragaan dan Kesehatan, Universitas Negeri Makassar
  • Adinda Chandra Dewi Jurusan Gizi, Ilmu Keolahragaan dan Kesehatan, Universitas Negeri Makassar

DOI:

https://doi.org/10.23969/jp.v9i3.19224

Keywords:

Stress Level, Emotional Eating, Students

Abstract

Stress is a person's reaction both physical and emotional that can occur due to negative thoughts or feelings. Stress causes many negative impacts, so the body uses self-defense which is usually called a coping stress mechanism one of which is emotional eating. Emotional eating is an eating activity that is not caused by physical hunger but is caused by certain emotional impulses. The problem in this research was formulated, namely whether there is a relationship between stress levels and emotional eating in nutrition students at the Faculty of Sports and Health Sciences, Makassar State University. This is a quantitative research with the type of research that is analytical observational cross sectional approach with correlation tests carried out using the Spearman's rho method. The population selected in this study is a nutrition student of the 21st generation with a sampling technique using simple random sampling, resulting in a total research sample of 126 students. The data collection techniques used in this research were the Depression Anxiety Stress Scale 21 (DASS-21) and the Dutch Eating Behavior Questionnaire. The results of the analysis show that there is no relationship between stress levels and emotional eating in nutrition students at the Faculty of Sports and Health Sciences, Makassar State University with a p-value of 0.504 with a correlation value of 0.060 which shows that there is a weak relationship between stress levels and emotional eating.

Downloads

Download data is not yet available.

References

A. Pendahuluan

Kesehatan merupakan kondisi fisik, mental dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis serta tidak memiliki penyakit atau kelemahan. Semua orang harus memperhatikan kesehatan mereka baik secara fisik maupun psikologis apabila kondisi kesehatan tidak terpenuhi, masalah kesehatan akan muncul. Gangguan psikologis seperti stres juga dapat disebabkan oleh tuntutan yang harus dihadapi individu dan ketidaksiapan untuk mengahadapinya (Ambarwati et al., 2019).

Stres merupakan kondisi yang dapat disebabkan oleh kebutuhan fisik,lingkungan dan sosial yang tidak terkontrol. World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa sekitar 450 juta orang di seluruh dunia mengalami tingkat stress yang tinggi (Wirayudha et al., 2020). Menurut Riset Kesehatan Dasar, menunjukkan prevalensi masalah gangguan mental emosional di Indonesia pada penduduk dengan usia di atas 15 tahun yaitu 9,8% (lebih dari 19 juta penduduk) dan 6,1% (lebih dari 12 juta penduduk) mengalami depresi (Riskesdas, 2018).

Stres dapat diartikan sebagai suatu hal yang menimbulkan tekanan atau membuat seseorang tertekan, ketika keinginan seseorang tidak sesuai dengan harapan maka hal ini dapat terjadi. Stres adalah gangguan fisik dan mental yang disebabkan oleh perubahan dan tuntutan kehidupan yang dipengaruhi oleh lingkungan seseorang dan dari dalam diri orang tersebut (J. Pertiwi & Igiany, 2020).Tingkat tuntutan yang tinggi dapat mempengaruhi seseorang dan menyebabkan respon stres yang mengganggu dalam berbagai hal tidak terkecuali pada mahasiswa.

Penelitian yang telah dilakukan oleh Rosyidah et al (2020) tingkat stres pada mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Hasanuddin pada tahun pertama perkuliahan adalah tingkat stres berat sebanyak 90% dibandingkan dengan mahasiswa tahun kedua dan ketiga perkuliahan. Pada penelitian lain tentang perbandingan tingkat stres di Fakultas Kedokteran Universitas Lampung dilakukan oleh Casogi Adryana et al (2020) pada mahasiswa tingkat I dengan tingkat stress sedang 76,5% dan tingkat stres berat 23,5%, tingkat II dengan stres sedang 82% dan tingkat stres berat 18%, tingkat III dengan tingkat stres sedang 65,3% dan tingkat stres berat 34,7%. Stres yang dialami mahasiswa dapat memiliki banyak efek negatif,

Sehingga adapun solusinya yakni pengaruh sosial dapat berpengaruh ketika mengalami stres individu akan mencari dukungan sosial sebagai salah satu cara mengurangi tekanan adanya kehadiran orang lain akan mendukung keinginan makan. Kebiasaan masa kecil dimana makanan digunakan sebagai hadiah saat individu kecil dapat memunculkan kebiasaan makan hingga dewasa. Sebuah studi yang dilakukan oleh Gori & Kustanti (2019) di STIKES Bethesda Yakkum Yogyakarta, mengungkapkan bahwa emotional eating terjadi pada mahasiswa karena terdapat suatu perasaan negatif yang dirasakan sehingga makan secara berlebihan menjadi suatu kebiasaan ketika mahasiswa sedang mengalami banyak masalah.

II. METODE YANG DIGUNAKAN

Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut :

Populasi Penelitian

Pada penelitian ini, populasi yang akan 18 diteliti adalah semua angkatan 2021 mahasiswa gizi di Fakultas Ilmu Keolahragaan dan Kesehatan Universitas Negeri Makassar. Jumlah populasi dalam penelitian ini adalah angkatan 2021 yang berjumlah 185 mahasiswa.

2. Sampel Penelitian

Menggunakan metode slovin dengan rumus seperti dibawah :

n=N/(1+N 〖(d)〗^2 )

Keterangan:

n : Besar sampel

N : Besar Populasi

D : Tingkat Signifikan (p) = 0,05

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan melakukan penyebaran luesioner secara oneline melalui goole form kepada responden

4. Instrumen Penelitian

Instrumen Variabel Bebas (Tingkat Stres)

Tingkat stres dapat diukur menggunakan alat bantu kuesioner Depression Anxiety Stres Scale 21 (DASS-21) yang merupakan versi pendek dari Depression Anxiety Stres Scale 42 (DASS-42) dan telah diterjemahkan kedalam Bahasa Indonesia. Depression Anxiety Stres Scale 21 (DASS-21) adalah suatu alat ukur yang banyak digunakan sebagai skala penilaian diri sendiri (self assessment scale) DASS-21 terdiri dari 21 pertanyaan yang terdiri dari masing-masing tujuh pertanyaan yang bertujuan untuk mengukur tingkat kondisi emosional negatif pada seseorang yaitu depresi, kecemasan dan stress (Kusumadewi & Wahyuningsih, 2020). Pada penelitian ini, peneliti hanya menggunakan kuesioner DASS-21 pada bagian indikator stres, yang terdiri dari 7 pertanyaan. Depression Anxiety Stres Scale 21 (DASS-21) diukur dalam bentuk skala sebagai berikut :

a. Tidak Pernah (TP) = 0

b. Kadang-kadang (K) = 1

c. Sering (S) = 2

d. Sangat Sering (SS) = 3

Indikator stres DASS-21 diklasifikasi menjadi lima tingkat yaitu normal, ringan, sedang, berat dan sangat berat. Penilaian pada masing masing-masing tingkatan yaitu tingkat normal ketika skor 0-7, tingkat ringan ketika skor 8-9, tingkat sedang ketika skor 10-12, tingkat berat ketika skor 13-16 dan tingkat sangat berat ketika skor 17+ (Miadinar & Supriyanto, 2021).

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

1. Analisis Univariat

a. Jenis Kelamin

Pada penelitian ini, terdapat 126 responden penelitian baik laki-laki dan perempuan dari kelompok mahasiswa berusia 19-22 tahun. Berikut ini merupakan data responden yang diperoleh dari penelitian ini :

Berdasarkan tabel 4.1 menunjukkan bahwa jenis kelamin terdiri dari laki-laki sebanyak 6 orang (4.8%) dan perempuan sebanyak 120 orang (95.2%). Berdasarkan tabel di atas disimpulkan bahwa sebagian besar responden berjenis kelamin perempuan sebanyak yaitu 120 orang (95.2%) dibandingkan laki-laki.

b. Usia

Berdasarkan tabel 4.2 menunjukkan bahwa usia responden terdiri dari usia 19 tahun sebanyak 7 orang (5.6%), usia 20 tahun terdiri dari 51 orang (40.5%), usia 21 tahun sebanyak 54 orang (42.9%) dan usia 22 tahun sebanyak 14 orang (11.1%). Berdasarkan tabel di atas disimpulkan bahwa sebagian besar responden berada di usia 21 tahun yaitu sebanyak 54 orang (42.9%).

B. Pembahasan

1. nalisis Univariat

Terdapat 126 mahasiswa baik laki-laki maupun perempuan denga rentang usia 19 - 22 tahun yang menjadi responden pada penelitian ini. Dan analisis karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin, diketahui bahwa responden dengan jenis kelamin perempuan lebih banyak dibandingkan responden dengan jenis kelamin laki-laki. Selain itu, usia 21 tahun yang paling banyak menjadi responden pada penelitian ini.

2. Uji Normalitas

Menentukan metode uji hipotesis yang tepat perlu dilakukan uji asumsi terlebih dahulu uji asumsi dengan menggunakan metode Kalmogorov-Smirnov untuk mengetahui apakah data berdistribusi secara normal atau tidak. Pada metode Kalmogorov-Smirnov untuk melihat sebaran variabel normal atau tidak yaitu ditandai dengan hasil data tersebut memenuhi syarat standarisasi nilai sig > 0.05 maka dinyatakan data tersebut telah terdistribusi secara normal apabila data nilai sig < 0.05 maka data tersebut dinyatakan tidak terdistirbusi secara normal (Quraisy, 2022). Berdasarkan data hasil penelitian ini menunjukkan nilai signifikan dari uji Kalmogorov-Smirnov pada variabel tingkat stres dan emotional eating sebesar 0.001 < 0.05 sehingga dapat disimpulkan bahwa data kedua variabel yang diuji dinyatakan berdistribusi tidak normal sehingga data tergolong non-parametrik.

IV Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian dengan judul Hubungan Tingkat Stres Dengan Emotional Eating Pada Mahasiswa Gizi Fakultas Ilmu Keolahragaan dan Kesehatan Universitas Negeri Makassar dapat disimpulka bahwa mahasiswa memiliki tingkat stres yang normal dan emotional eating yang rendah sehingga tidak ditemukan adanya hubungan yang signifikan antara tingkat stres dengan emotional eating pada mahasiswa gizi Fakultas Ilmu Keolahragaan dan Kesehatan Universitas Negeri Makassar

DAFTAR PUSTAKA

Ahyar, H., Maret, U. S., Andriani, H., Sukmana, D. J., Mada, U. G., Hardani, S.Pd.,M. S., Nur Hikmatul Auliya, G. C. B., Helmina Andriani, M. S., Fardani, R.A., Ustiawaty, J., Utami, E. F., Sukmana, D. J., & Istiqomah, R. R. (2020). Buku Metode Penelitian Kualitatif & Kuantitatif (Issue March).

Aji, A. G. H. S. (2020). Gambaran Tingkat Stres Berdasarkan Stresor Mahasiswa PSPD UIN Maulana Malik Ibrahim Malang. Skripsi. Malang: Universitas Islam Negeri Maulana.

Al-Musharaf, S. (2020). Prevalence awend predictors of emotional eating among healthy young saudi women during the COVID-19 pandemic. Nutrients, 12(10), 1–17. https://doi.org/10.3390/nu12102923

Ambarwati, P. D., Pinilih, S. S., & Astuti, R. T. (2019). Gambaran Tingkat Stres Mahasiswa. Jurnal Keperawatan Jiwa, 5(1), 40. https://doi.org/10.26714/jkj.5.1.2017.40-47

Andriyani, J. (2019). Strategi Coping Stres Dalam Mengatasi Problema Psikologis. Jurnal At-Taujih, 2(2), 37–55.

Angesti, A. N., & Manikam, R. M. (2020). Faktor Yang Berhubungan Dengan Status Gizi Mahasiswa Tingkat Akhir S1 Fakultas Kesehatan Universitas MH. Thamrin. Jurnal Ilmiah Kesehatan, 12(1), 1–14. https://doi.org/10.37012/jik.v12i1.135

Arjanto, P. (2022). Uji Reliabilitas dan Validitas Depression Anxiety Stress Scales 21 (DASS-21) pada Mahasiswa. Jurnal Psikologi Perseptual, 7(1), 60. https://doi.org/10.24176/perseptual.v7i1.6196

Casogi Adryana, N., Oktafany, Apriliana, E., & Oktaria, D. (2020). Perbandingan Tingkat Stress pada Mahasiswa Tingkat I, II dan III Fakultas Kedokteran Universitas Lampung. Jurnal Majority, 9(2), 147. http://www.jurnalmajority.com/index.php/majority/article/view/68/47

salah satunya adalah perubahan pada perilaku makan.

Stres dapat meningkatkan nafsu makan atau sebaliknya namun, untuk sebagian besar individu situasi stres dan emosi negatif dapat menyebabkan

peningkatan nafsu makan. Orang yang sedang stres lebih cenderung melakukan perilaku beresiko, seperti makan terlalu banyak atau terlalu sedikit atau makan makanan yang berlemak dan gula (Ilmi et al., 2023). Semakin berat tingkat stress maka kecenderungan untuk mengonsumsi makanan berlebih juga bertambah.

Perasaan tertekan berpengaruh bagi keadaan psikologis individu sehingga salah satunya menimbulkan kecenderungan emotional eating (Syarofi & Muniroh, 2020). Stres memiliki banyak efek negatif, maka tubuh melakukan cara untuk bertahan yang dikenal sebagai coping stress mechanism, emotional eating erat kaitannya sebagai salah satu coping stres mechanism pada individu. Emotional eating yaitu aktivitas makan yang disebabkan bukan karena lapar secara fisik, namun disebabkan karena adanya dorongan emosi tertentu (M. N. Pertiwi & Ulandari, 2023).

Berdasarkan penelitian Angesti & Manikam (2020) yang dilakukan terhadap mahasiswa tingkat akhir secara keseluruhan emotional eating kategori under eating lebih banyak yaitu 51% dibandingkan over eating yaitu 48,4%. Emotional eating apabila tidak segera diatasi dengan baik akan menyebabkan munculnya dampak negatif yang berakibat buruk bagi kesehatan karena cenderung memilih makanan yang tidak sehat. Sebaliknya beberapa orang mengonsumsi makanan dalam jumlah yang sedikit atau bahkan tidak sama sekali ketika mereka sedang stres (Wijayanti et al., 2019).

Terdapat beberapa permasalahan stress yang dialami sehingga memberikan dampak negative yakni hubungan antara tingkat stres dengan emotional eating pada mahasiswa gizi Fakultas Ilmu Keolahragaan dan Kesehatan Universitas Negeri Makassar.

Instrumen Variabel Terikat (Emotional Eating)

Emotional eating dapat diukur menggunakan alat bantu kuesioner Dutch Eating Behavior Questionnaire (DEBQ) yang merupakan instrumen yang digunakan untuk mengukur ketiga dimensi kognitif, emosional dan kebiasaan dari perilaku makan. Instrument ini berisikan 33 item pertanyaan yang dapat mengukur ketiga aspek perilaku makan, yaitu emotional eating (13 item) external eating (10 item) dan restrained eating (10 item) (Małachowska et al., 2021). Pada penelitian ini, peneliti hanya menggunakan kuesioner DEBQ pada bagian indikator emotional eating, yang terdiri dari 13 pertanyaan. Dutc Eating Behavior Questionnaire (DEBQ) diukur dalam bentuk skala sebagai

berikut :

a. Tidak Pernah (TP) = 1

b. Jarang (J) = 2

c. Kadang-kadang (K) = 3

d. Sering (S) = 4

e. Sangat Sering (SS) = 5

Indikator emotional eating diklasifikasi menjadi dua tingkat yaitu emotional eating rendah dan emotional eating tinggi. Dikatakan memiliki emotional eating rendah apabila total skor ≤ 2,35 dan emotional eating tinggi apabila total skornya > 2,35. Penilaian dilakukan dengan cara membagi total skor dengan jumlah pertanyaan yaitu dengan rumus (Kustantri, 2020):

Mean = (Total Skor)/(Jumlah Pertanyaan)

c. Instrumen Variabel Terikat (Emotional Eating)

1) Analisis Univariat

Analisis univariat ini dilakukan pada karakteristik tiap responden untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik dari setiap karakteristik dengan data disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi dan presentase setiap karakteristik.

2) Uji Normalitas

Sebelum melakukan uji korelasi, diperlukan uji asumsi berupa uji normalitas. Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah data yang diperoleh terdistribusi secara normal. Menentukan metode uji hipotesis yang tepat perlu dilakukan uji asumsi terlebih dahulu uji asumsi dengan menggunakan metode Kalmogorov-Smirnov.

3) Analisis Bivariat

Analisis bivariat digunakan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara tingkat stres dengan emotional eating pada mahasiswa. Uji korelas dilakukan menggunakan Pearson jika data berdistirbusi secara normal atau Spearman’s rho jika data berdistribusi secara tidak normal yang di tentukan berdasarkan hasil uji asumsi. Perangkat lunak IBM Statistical Product and Service Solution (SPSS) versi 29 digunakan untuk melakukan analisis data dalam penelitian ini

2. Uji Normalitas

Berdasarkan tabel 4.5 menunjukkan bahwa koefisien Kalmogorov-Smirnov pada variabel tingkat stres dan emotional eating sebesar 0.001 <0.05 sehingga dapat disimpulkan bahwa data kedua variabel yang diuji dinyatakan berdistribusi tidak normal sehingga data tergolong non-parametrik.

3. Analisis Bivariat

Tingkat Stress

Berdasarkan tabel 4.3 menunjukkan bahwa tingkat stres terdiri dari tingkat stres normal sebanyak 38 orang (30.2%), tingkat stres ringa sebanyak 29 orang (23%), tingkat stres sedang sebanyak 31 orang (24.6%), tingkat stres berat sebanyak 25 orang (19.8%) dan tingkat stres sangat berat sebanyak 3 orang (2.4%). Berdasarkan tabel di atas disimpulkan bahwa sebagian besar responden memiliki tingkat stres yang normal yaitu sebanyak 38 orang (30.2%)

b. Emotonal Eating

Berdasarkan tabel 4.4 menunjukkan bahwa emotional eating terdiri dari emotional eating rendah sebanyak 66 orang (52.4%) dan emotional eating tinggi sebanyak 60 orang (47.6%). Berdasarkan tabel di atas disimpulkan bahwa sebagian besar responden memiliki emotional eating yang rendah yaitu sebanyak 66 orang (52.4%).

c. Distribusi hubungan antara stress dengan emotional eating

Berdasarkan Tabel 4.5 menunjukkan bahwa koefisien Spearman’s rho dengan nilai sebesar 0.060 yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang sangat lemah berarti antara stres dengan emotional eating. Nilai signifikan adalah 0.504 > 0.05 yang menunjukkan tidak signifikan atau tidak adanya hubungan antara tingkat stres dengan emotional eating.

3. Uji Bivariat

a. Tingkat Stress

Berdasarkan data hasil penelitian ini ditemukan bahwa tingkat stress mahasiswa mayoritas tidak memiliki stres atau normal sebanyak (30.2%), tingkat stres ringan sebanyak (23%), tingkat stres sedang sebanyak (24.6%), tingkat stres berat sebanyak (19.8%) dan tingkat stres sangat berat sebanyak (2.4%). Menurut Andriyani (2019), terdapat dua strategi koping yang biasanya terjadi bagi setiap individu dalam mengalami stress yaitu emotion focused coping dan problem focused coping. Emotion focused coping merupakan individu yang berfokus pada pengaturan dan reaksi emosi terhadap penyebab stres dengan merubah penyebab stres dan mengontrol perasaan yang timbul dengan menggunakan berbagai perilaku positif sedangkan problem focused coping merupakan strategi koping dimana individu secara langsung menghadapi serta menyingkirkan penyebab stres yang ada.

b. Emotional Eating

Seseorang dengan kondisi stres, perubahan konsumsi makanan cenderung terjadi sebagai mekanisme koping. Emotional eating merupakan sebuah perilaku makan untuk memperlihatkan respon yang menandakan kemarahan, seperti marah, takut, cemas dan yang lainnya. Seseorang akan mengonsumsi makanan secara berlebihan ketika sedang menghadapi emosi tinggi untuk mendaptkan kenyamanan. Efek kenyamanan bersifat sementara, tidak dapat menyelesaikan masalah serta memberikan efek negative bagi kesehatan. Pengalihan stress untuk mendapatkan kenyamanan tidak hanya dengan pengalihan ke makanan. Secara tidak sadar sesorang juga mengalihkan mekanisme koping tidak langsung seperti membaca, menulis, olahraga dan lain-lain yang memungkin seseorang tersebut melupakan pengalihan ke makanan.

c. Hubungan antara tingkat stress dengan emotional Eating

Berdasarkan hasil uji korelasi menggunakan metode Spearman’s rho dari penelitian ini menunjukkan bahwa antara tingkat stres dan emotional eating diperoleh nilai signifikan 0.504 > 0.05. Maka disimpulkan bahwa H1 ditolak dapat disimpulkan bahwa tingkat stres tidak memiliki hubungan dengan emotional eating. Nilai korelasi yang didapat nilai 0.060 maka bisa diartikan tidak memiliki korelasi yang positif dengan kekuatan korelasi yang tergolong lemah

Efrianti, M. (2021). Gambaran Stres Akademik Pada Mahasiswa Dalam Belajar Online. Skripsi.

Firdayanti, S., Acang, N., & Achmad, S. (2023). Pengaruh Tingkat Stres terhadap Kejadian Emotional Eating pada Mahasiswi Kedokteran Tingkat 1 Unisba. Bandung Conference Series: Medical Science, 3(1). https://doi.org/10.29313/bcsms.v3i1.6914

Gamayanti, W., Mahardianisa, M., & Syafei, I. (2018). Self Disclosure dan Tingkat Stres pada Mahasiswa yang sedang Mengerjakan Skripsi. Psympathic : Jurnal Ilmiah Psikologi, 5(1), 115-130.https://doi.org/10.15575/psy.v5i1.2282

Gori, M., & Kustanti, C. Y. (2019). Studi Kualitatif Perilaku Emotional Eating Mahasiswa Tingkat Iv Program Studi Sarjana Keperawatan Di Stikes Bethesda Yakkum Yogyakarta Tahun 2018. Jurnal Kesehatan,6(2),88–98. https://doi.org/10.35913/jk.v6i2.120

Gusni, E., Maisa, E. A., Andalas, U., Keperawatan, F., & Andalas, U. (2022). STRES DAN EMOTIONAL EATING PADA MAHASISWA

Downloads

Published

2024-09-30