MAKNA SEMIOTIKA PERANGKAT ADAT DALAM TRADISI MARPEGE-PEGE PADA MASYARAKAT BATAK ANGKOLA PADANGSIDIMPUAN
DOI:
https://doi.org/10.23969/literasi.v14i1.11400Kata Kunci:
Makna Semiotika, Perangkat Adat, Marpege-pegeAbstrak
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui makna semiotika perangkat adat dalam tradisi marpege-pege pada Masyarakat Batak Angkola Padangsidimpuan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode etnografi sebagaimana yang telah dicetuskan oleh Spradley. Data diperoleh melalui wawancara mendalam dengan para elemen masyarakat dan juga suhut atau pihak yang mengadakan acara. Metode analisis data digunakan adalah analisis de Sausure (1859) dengan menginterpretasikan dua dikotomi yaitu penanda (signifier) dan petanda (signified). Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa ada 6 perangkat adat yang mendukung prosesi tradisi marpege-pege. Makna semiotika yang terkandung dalam 6 perangkat adat tersebut yaitu amak lappisan yang memiliki makna tempat duduk khusus yaitu entitas yang memiliki kedudukan tinggi, pinggan godang dan haronduk yang bermakna suatu penghormatan, Sipulut (ketan) dan inti (kelapa yang dicampur dengan gula merah) bermaknakan mempererat hubungan antara entitas-entitas yang ada dalam tradisi marpege-pege tersebut, Burangir (sirih), soda, pining (pinang) dan gambir bermakna wujud rasa syukur, Timbako (tembakau) atau (rokok) memiliki makna sebagai bentuk penghargaan terhadap tokoh masyarakat yang telah hadir pada prosesi adat dan Abit (kain) memiliki makna sederhana.Unduhan
Referensi
Andarini, D. 2019. Kearifan Lokal Marsialapari Petani Salak Desa Sibangkua Angkola
Barat Kabupaten Tapanuli Selatan College Publishers.
Harahap, S. (2015). Budaya Marpege-Pege dalam Perspektif Sosiologi: Suatu Kajian Sosiologi atas Tindakan Budaya Masyarakat Batak Angkola. Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Sosial, 14(2), 111-124.
Hasibuan, A. S., & Setia, E. (2023). Marpege-Pege: A Tradition in Batak Angkola Padangsidimpuan. Tradition and Modernity of Humanity, 3(2), 42-47.
J. J. Spradley. (1979). "Ethnographic Interview". Orlando: Harcourt Brace Jovanovich College Publishers.
J. J. Spradley. (1980). “Participant Observation”. Orlando: Harcourt Brace Jovanovich
Koerner, E. F. (2013). Ferdinand de Saussure: Origin and development of his linguistic thought in western studies of language (Vol. 7). Springer-Verlag.
Mailin, E. E., & Siregar, J. (2018). Makna Simbolik Mengupa Dalam Upacara Adat Pernikahan Suku Batak Angkola Di Kabupaten Padang Lawas. Al-Balagh: Jurnal Komunikasi Islam, 2(1), 82-102.
Manullang, B., & Saragi, T. (2010). Kearifan Lokal Masyarakat Batak Angkola dalam Perspektif Pedagogi Adat: Sebuah Upaya Melestarikan Kearifan Lokal. Jurnal Pendidikan Progresif, 1(1), 33-46.
Mesini, M. (2021). REALITAS TRADISI MARPEGE-PEGE DI KABUPATEN TAPANULI SELATAN. Darul Ilmi: Jurnal Ilmu Kependidikan dan Keislaman, 9(1), 14-25.
Moleong, J. Lexy. 2014. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya
Ritonga, S. K. (2020). Marpege-Pege Sebagai Tradisi Adat Batak Angkola Dalam Menikahkan (Kajian Tentang Persepsi Masyarakat Dan Tinjaun Hukum Islam). HUKUMAH: Jurnal Hukum Islam, 3(1), 81-94.
Saussure, Ferdinand de. (1859) "Nature of the Linguistic Sign." IN "Language and Language Learning: Theory and Practice," editing by Charles O. Frake. New York: Teachers College Press.
Wahyu & Nasrullah. 2011. Kearifan Lokal Petani Dayak Bakumpai Dalam Pengelolaan Padi di Lahan Rawa Pasang Surut Kab. Barito Kuala. Banjarmasin. Jurnal Komunitas.
##submission.downloads##
Diterbitkan
Terbitan
Bagian
Lisensi
Hak Cipta (c) 2024 Literasi: Jurnal Ilmiah Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah
Artikel ini berlisensi Creative Commons Attribution 4.0 International License.
Hak cipta artikel yang diterbitkan di jurnal ilmiah dimiliki oleh penerbit, bukan penulis. Hal ini berkaitan dengan koordinasi hak akses untuk cetak ulang atau penggunaan lainnya. Dalam hal ini penerbit mempunyai keluluasaan untuk mempublikasikan artikel sesuai dengan kesepakanan Transfer Agreement (penyerahan hak cipta) antara penerbit dengan penulis.